Menteri Kyrgyztan Bertandang, Kemensos Uraikan Taktik Bereskan Radikalisme
Pengatasan terorisme di Indonesia sudah jadi sumber evaluasi dari beberapa negara di dunia, satu diantaranya Kyrgyztan. Ini kali, Menteri Kehakiman Kyrgyztan Aiaz Baetov bertandang ke Indonesia dalam rencana menangani permasalahan terorisme dan radikalisme, terkhusus dalam bidang pemulihan. Lawatan itu diterima langsung oleh Kementerian Sosial RI,
Untuk Kyrgyztan, Indonesia banyak memiliki pengalaman dalam tangani permasalahan pergerakan teroris dan radikal. Pengalaman Indonesia diharap dapat menolong Kyrgyztan hadapi permasalahan sama.
Secara geopolitik, Kyrgyztan sebagai negara yang bersisihan secara wilayah dengan Afghanistan. Hal itu membuat mempermudah masyarakat negara Kyrgyztan untuk tergabung denfan barisan ekstrimis. Bahkan juga, sekarang ini Kyrgyztan hadapi gelombang deportan dan returnis yang pulang daerah.
“Kami hadapi beberapa masalah baru. Maka dari itu kami perlu pahami cara di depan dan tergabung dengan negara lain untuk cari jalan keluar. Karenanya kami benar-benar mengucapkan terima kasih telah diterima di Indonesia. Kami benar-benar mengharap dapat sama-sama share pengalaman,” kata Aiaz Baetov.
Program Pemulihan Sosial
Lawatan Menteri Kehakiman Kyrgyztan itu disongsong baik oleh Kementerian Sosial RI. Sekretaris Ditjen Pemulihan Sosial Salahudin Yahya menerangkan jika di Kemensos ada Direktorat Korban Musibah dan Kedaruratan (KBK) dan Direktorat Pemulihan Sosial Anak yang memberi program pemulihan sosial untuk bekas napiter, keluarga, dan anak terkena radikalisme.
“Di Kami bekerja bersama dengan lembaga dan kementerian lain untuk memberi layanan yang mendalam,” katanya.
Dalam peluang yang serupa, Plt. Direktur Rehsos KBK sekalian Direktur Rehsos Anak Kanya Eka Santi mengutarakan jika Indonesia alami permasalahan yang relatif sama dengan Kyrgyzstan.
Memahami ekstrimisme kekerasan sudah menyebar ke semua elemen keluarga, yakni wanita dan anak. Untuk menangani hal itu, Kemensos memakai pendekatan berbasiskan residensial, keluarga, dan warga.
Untuk bekas napiter misalkan, diberi program pendayagunaan seperti ketrampilan yang diteruskan lewat keluarga dan Lembaga Kesejahteraan Sosial.
“Kami beri training seperti bersihkan mobil, bengkel, atau usaha yang lain. Dengan pemberian modal dari kami . Maka mereka dapat jualan dan beternak. Di Sulawesi tengah kami memberi support ke 30 orang eksnapiter untuk memberikan dukungan usaha berdikari,” terangnya.
Sentral Berbasiskan Residensial
Kemensos mempunyai sentral berbasiskan residensial yang sediakan layanan pemulihan sosial untuk keluarga dan anak yang terkena radikalisme.
Mereka terbagi dalam deportan di luar negeri, returnis dari Syiria, dan beberapa orang yang diamankan oleh Densus 88 dalam negeri.
“Tetapi Sentral Kemensos cuma tangani pribadi dan keluarga dengan tingkat radikalisme rendah sampai sedang,” ucapnya.
Pemulihan di sentral meliputi penyukupan kebutuhan dasar, pengecekan kesehatan secara detail, therapy psikososial dan psikis religius, support keluarga, training vokasional dan/atau pembimbingan kewiraswastaan, dan support aksesbilitas seperti pengajaran.
Pengajaran jadi penting ingat banyak anak-anak yang turut serta jaringan terorisme yang putus sekolah dan jalani homeschooling versus orang tuanya.
“Jika anak-anak kita dukungan sekolahnya, ada yang ingin kuliah kita dukungan. Terhitung sarprasnya kita bantu seperti netbook, sepeda, seragam dan yang lain hingga hak mereka untuk pengajaran dapat tercukupi,” tutur Kanya.
Selanjutnya hal yang tidak kalah penting ialah adalah tuntunan wacana berkebangsaan. Dalam beberapa kasus, anak-anak yang terkena memahami radikal condong berlaku intoleran dan anti pada simbol-simbol negara.
“Salah satunya langkah, kita sampaikan kembali untuk menyanyikan lagu berkebangsaan,” ucapnya.
Kemensos mengundang Bekas napiter yang kembali setia ke negara untuk share pengalaman ke bekas napiter lain, pribadi dan anak yang terkena.
“Anak-anak umumnya benar-benar menyukai teroris tertentu. Dengarkan instruksi pujaannya diharap menolong mereka kembali lagi ke jalan yang betul,” kata Kanya.
258 Anak Bisa Pemulihan Sosial
Kepala Sentral Handayani Romal Uli Jaya Sinaga yang ikut datang menjelaskan faksinya sudah memberi pemulihan sosial ke 258 anak dan keluarga yang terkena radikalisme semenjak 2016 sampai sekarang ini.
Romal menjelaskan pemulihan yang diberi mengutamakan pendekatan biopsikososial dan ada hubungan terbuka pada tempat pemulihan.
Sentral Handayani sendiri memberi layanan ke anak returnis, deportan, dan penangkapan Densus 88 dalam negeri. Anak-anak ini dipisah jadi dua kelompok, yakni anak korban jaringan terorisme dan anak bertemu dengan hukum (ABH) kasus terorisme.
“ABH kasus terorisme umumnya mempunyai pengetahuan yang kuat dan rawan menebarkan memahami itu ke anak yang lain,” ucapnya.
“Maka dari itu, mereka ditaruh di fasilitas transit untuk dilaksanakan obvervasi pada sikap mereka. kekerasan untuk kedua pihak,” lebih Romal.